Jakarta,-Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi diperkirakan memicu kenaikan harga barang dan inflasi. Ekonom senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto membenarkan BBM nonsubsidi umumnya dikonsumsi kalangan menengah atas.
Namun, menurutnya, efek rambatan dari kenaikan harga tersebut akan tetap ada. Meski demikian, efek rambatan kenaikan harga ini tidak sebesar jika yang dinaikkan adalah BBM subsidi.
Kenaikan harga akibat kenaikan BBM nonsubsidi tersebut lebih disebabkan faktor psikologis pasar. Hal tersebut disampaikan Ryan, Minggu (28/7/2024).
“Pasalnya, bahan bakar distribusi barang menggunakan BBM subsidi. Sementara, BBM nonsubsidi lebih banyak digunakan kendaraan roda 4 dengan kapasitas 2.000 cc, ke atas,” katanya.
Ryan mengatakan kenaikan harga barang akan berpengaruh pada inflasi. Namun, pemerintah dan Bank Indonesia telah menghitung dampaknya agar inflasi tidak terlalu besar.
“Saya pikir masih akan dalam rentang pemerintah dan Bank Indonesia. Pemerintah menargetkan inflasi 2,8 persen, sedangkan BI 2,5 persen plus minus satu persen,” katanya.
Ryan mendukung langkah Pertamina untuk menaikkan harga BBM nonsubsidi seperti pertamax. Ini karena sejak Maret 2024 Pertamina telah menahan harga BBM meskipun harga minyak dunia melonjak tajam.
Penyesuaian harga ini, menurutnya, penting untuk menjaga arus kas dan kondisi keuangan Pertamina. Ini juga untuk memastikan kesinambungan suplai di masa depan.
Namun, Ryan mengkhawatirkan kenaikan BBM nonsubsidi secara bertahap yang diungkap Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. Kebijakan ini bisa menimbulkan efek psikologis pasar yang lebih berlipat ganda.
“Naikkan sekaligus saja untuk menghindari dampaknya kepada kenaikan barang dan inflasi tidak berlipat. Kalau dinaikkan bertahap agar tidak dirasakan oleh masyarakat, malah justru akan makin dirasakan masyarakat,” kata Ryan.