Jakarta,-Pemerintah menilai pertunangan anak balita yang viral di media sosial menjadi tantangan dalam implementasi UU Perkawinan Anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa praktik tersebut merupakan perlakuan salah dari orang tua dan masyarakat.
“Ini tantangan UU perkawinan ya, kami sudah banyak melakukan perubahan dengan meminimalkan usia perkawinan 19 tahun. Faktanya, masih ada masyarakat yang membiarkannya menjadi sebuah tradisi dengan melakukan tunangan kepada anak yang usianya masih sangat sangat belia,” kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari.
Ia menyampaikan fakta terodalam acara Media Talk dengan tema “RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan Dorong Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak”, di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Rohika menegaskan, seharusnya orang tua dan masyarakat setempat tidak boleh membiarkan tradisi itu terjadi. Rohika meyakini, tradisi-tradisi seperti itu tidak akan terjadi apabila orang tuanya tumbuh dalam moral, sosial, dan spiritual yang baik.
“Ini tentu akan berdampak pada psikologis anak itu sendiri, para orang tua nggak sadar itu. Ini merupakan bagian dari perlakuan salah orangtua dan masyarakat sekitar yang membiarkan hal itu seolah-olah tidak berdampak pada tumbuh kembang anak,” ujarnya.
Rohika mengatakan, pencegahan perkawinan anak ini bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah, tetapi juga andil dari masyarakat. Segenap masyarakat dan pemangku kebijakan harus mengubah perilaku untuk membuat paradigma baru.
“Kami sudah mengubah UU 74 dengan UU Nomor 16 tahun 2019, ternyata dibenturkan dengan tradisi. Kita semua harus mengubah perilaku itu dengan nilai-nilai baru, paradigma baru, orangtua juga harus terliterasi dengan baik,” ujarnya.