Jakarta,-Imunisasi lebih dari satu jenis antigen vaksin pada satu kali kunjungan sudah diterapkan sejak lama oleh banyak negara. Pemberian imunisasi yang dikenal dengan istilah imunisasi ganda ini justru memberikan perlindungan ganda pada anak.
“Lebih dari 160 negara memberikan minimal dua suntikan dalam satu sesi jadwal imunisasi rutinnya, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Kanada. Indonesia, di Provinsi Yogyakarta, imunisasi ganda sudah diterapkan sejak tahun 2007,” kata Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI dr. Prima Yosephine, dalam keterangan resmi, Minggu (30/6/2024).
Merujuk rekomendasi Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), imunisasi ganda aman dan memberikan manfaat yang sangat baik. Pelayanan imunisasi akan menjadi efisien dan anak segera terlindungi dari beberapa Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
Dokter Prima mengatakan bahwa imunisasi ganda tidak menyebakan masalah kronis pada tubuh seseorang. Apalagi menimbulkan kematian.
“Imunisasi ganda tidak menyebabkan kematian. Miliaran vaksin telah diberikan dengan cara imunisasi ganda di seluruh dunia,” ujar Prima.
Secara nasional, Indonesia telah memperkenalkan pemberian imunisasi ganda sejak tahun 2017. Yaitu pada jadwal imunisasi DPT-HB-Hib-3 yang diberikan bersamaan dengan imunisasi polio suntik pada bayi usia 4 bulan.
Selain itu, jadwal imunisasi ganda juga ada pada imunisasi lanjutan. Yakni pada pemberian imunisasi campak rubella-2 dan DPT-HB-Hib-4 yang diberikan pada anak usia 18 bulan.
Vaksin DPT-HB-HiB diberikan guna mencegah enam penyakit, antara lain difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B. Serta pneumonia (radang paru) dan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.
Adapun kasus kematian setelah pemberian imunisasi, menurut Prima, amat sangat jarang (extremely rare) terjadi. Begitu juga dengan syok anafilaktik setelah imunisasi sangat jarang terjadi.
“Kasus anafilaktik sangat jarang terjadi dan mayoritas dapat menyebabkan kematian segera setelah pemberian imunisasi, biasanya dalam 30 menit pertama. Namun, hal ini tetap harus dibuktikan melalui investigasi dan kajian kausalitas yang mendalam atau menyeluruh,” kata Prima menjelaskan.
Apabila terjadi kematian, semua kasus harus dilakukan investigasi dan kajian kausalitas– hubungan sebab akibat secara detail dan menyeluruh. “Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang tidak disebabkan oleh vaksin maupun kesalahan prosedur,” ucapnya.