Jakarta,-Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan, ada sembilan kriteria gejala yang bisa disebut sebagai kategori kecanduan judi online. Kesembilan kriteria tersebut terjadi dengan rentang waktu gejala minimal selama 12 bulan.
“Pertama, keinginan berjudi dengan jumlah yang semakin besar. Kedua, mudah gelisah dan mudah tersinggung jika diminta untuk berhenti berjudi. Ketiga, selalu gagal dalam upaya mengurangi atau menghentikan judi,” kata Imran, Selasa (19/11/24).
Keempat, selalu berpikir bermain judi terus dan yang kelima adalah, melakukan prilaku judi saat sedang stres. “Jadi berpikir bahwa judi adalah obat stres,” ucapnya.
Keenam, setelah kalah atau kehilangan uang banyak justru keinginan berjudi bertambah. Ketujuh, berbohong atau manipulatif, tidak mengakui bahwa dirinya bermain judi.
“Kedelapan, timbul masalah dalam relasi dan menarik diri dari kehidupan sosial. Kesembilan, hidupnya bergantung pada orang lain untuk tetap berjudi, seperti berutang,” kata Imran.
Jika ada minimal lima gejala dari sembilan gejala tadi, maka bisa dikategorikan sebagai kecanduan judi. Imran menyebut bahwa jumlah pasien judi online di rumah sakit meningkat jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Secara terpisah, Kepala Divisi Psikiatri RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Kristiana Siste Kurniasanti, mengungkapkan, ada 126 pasien korban judi online. Saat ini, mereka menjalani rawat jalan dan total pasien itu terhitung dari Januari hingga Oktober 2024.
Dalam periode yang sama, 46 pasien dilaporkan menjalani rawat inap. Mirisnya, RSCM mencatat kelompok anak dan remaja kisaran usia 15-17 tahun ke atas ikut menjadi korban judi online.
Kristiana mengatakan, dampak kecanduan judi online mirip seperti adiksi akibat narkoba. Bahkan, sejumlah pasien yang menjalani rawat inap dilaporkan mengalami kekambuhan lebih dari dua kali.
“Jadi, ketika orang bermain judi, ada dopamin atau rasa senang yang berlebihan. Dopamin itu meningkat sampai ratusan kali lipat,” kata Kristiana.
Meski pada akhirnya korban judi online mengalami kekalahan, rasa senang pada otak kembali teringat. Sehingga, seseorang bisa kembali terjerat dalam lingkup permainan judi online.
“Sampai pada akhirnya kalau tidak berjudi dia merasa cemas. Seperti ada yang kurang,” ucapnya.
Lebih lanjut, Kristiana menjelaskan bahwa korban judi online umumnya mengalami kerusakan otak pada bagian otak depan yakni prefrontal cortex. Hal ini membuat seseorang kehilangan kendali perilaku.