Jakarta,-KAI memproyeksikan potensi pengurangan emisi hingga 125 ton CO₂ per penumpang-km per hari di Jabodetabek. Pengurangan ini dapat terjadi saat penggunaan transportasi berbasis rel mengalami peningkatan.
Data tersebut diungkap VP Sustainability KAI Tria Mutiari yang bersumber dari data ITDP dan ICCT (2025), Jumat (28/2/2025). Ia menyampaikan penjelasannya dalam acara bertema “Dekarbonisasi Sektor Transportasi, Tantangan, dan Peluang” di Balai Yasa Manggarai.
Namun, ia mengakui tantangan infrastruktur dan fasilitas transportasi masih menjadi kendalanya. Kegiatan diskusi ini diselenggarakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) bersama Indonesian Society of Sustainability Professionals (ISSP).
Pembahasan tersebut membicarakan berbagai tantangan dan peluang dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasi. Idrus Fauzi, Executive Vice President Balai Yasa Manggarai KAI, menyampaikan inovasi bidang transportasi penting untuk mendukung langkah ini.
Ketua Umum ISSP, Satrio Dwi Prakoso, juga menegaskan partisipasi semua pihak diperlukan untuk mengurangi emisi karbon sektor transportasi. Direktur Perencanaan Strategis KAI, John Robertho, menyatakan KAI terus mengupayakan inisiatif energi bersih untuk mencapai target dekarbonisasi.
Spesialis Keberlanjutan dari PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Widya Paramita menyampaikan tantangan pengurangan emisi juga dihadapi sektor industri. SBI telah menerapkan sejumlah langkah seperti penggunaan forklift listrik dan panel surya.
Mereka juga memaksimalkan distribusi logistik dengan kereta api untuk mengurangi emisi hingga 45 persen dibandingkan truk. Pengguna setia Commuter Line, Fitria Wulandari, berbagi pengalamannya melakukan komuter Bekasi-Jakarta menggunakan kereta api.
Dalam acara “Ngariung & Sustainability Tour”, ia mengatakan emisi yang dihasilkan KRL jauh lebih rendah dibandingkan kendaraan pribadi. Namun, ia menyoroti kondisi berdesakan dan keterbatasan fasilitas di stasiun yang masih menjadi tantangan pengguna transportasi publik.
Anne Purba, VP Public Relations KAI, dalam kesempatan terpisah menjelaskan KAI juga mengimplementasikan beberapa langkah untuk mengurangi emisi. Di antaranya adalah penggunaan biodiesel B40 pada lokomotif dan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
“KAI mengadopsi konsep bangunan hijau (green building) yang mendapatkan sertifikasi EDGE serta secara aktif melakukan pengukuran jejak karbon dalam layanan angkutan penumpang dan barang. Program penghijauan melalui penanaman pohon dan pengelolaan limbah juga terus dilakukan guna mendukung ekosistem yang lebih sehat,” kata Anne, Minggu (2/3/2025).
Pada tahun 2024, KAI memperoleh skor ESG sebesar 41 dari S&P Global. Ini menempatkannya di jajaran 20 persen teratas sektor transportasi dan infrastruktur global.
KAI juga meraih penghargaan bintang empat dalam ajang Indonesia Sustainability Award 2025. KAI meraih penghargaan untuk kategori implementasi ESG dan program pemberdayaan masyarakat.
Meskipun KAI telah menjalankan berbagai strategi dekarbonisasi, Anne mengakui KAI masih menghadapi tantangan besar. Tantangan tersebut datang dari tingginya biaya investasi pengembangan teknologi ramah lingkungan.
Contohnya adalah elektrifikasi jalur kereta api dan penggunaan biodiesel B40 yang masih dalam tahap uji coba. Dalam roadmap menuju Net Zero Emission (NZE) 2060, KAI juga terus mengembangkan teknologi Green Train.
Pihaknya tengah mengembangkan lokomotif hibrida dan listrik, serta berupaya meningkatkan efisiensi energi di seluruh operasionalnya.