Jakarta,-Angka food loss and waste atau sampah makanan di Indonesia selama 2000-2019 hampir 50 juta ton. Usaha yang sistematis dan terencana harus dilakukan guna mengurangi makanan terbuang yang meningkat dari tahun ke tahun.
Hal itu disampaikan oleh Pengkampanye Polusi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abdul Ghofar. Dijelaskannya, jika ada masalah diproses pemanenan maka Kementerian Pertanian bisa melakukan edukasi kepada para petani agar mengolah produk sisa.
“Setiap pangan yang dihasilkan dari proses pemanenan di perkebunan dan pertanian punya nilai. Walaupun jatuh atau rusak bisa dimanfaatkan untuk peruntukan lain,” ucapnya.
Jika masalahnya didistribusi maka harus ada intervensi dari kementerian perdagangan, kementerian perindustrian agar ada usaha meminimalisir potensi food loss. Hal ini akibat minimnya infrastruktur penyimpanan dan minimnya pasar-pasar yang terhubung dengan produksi pangan.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menekan food waste dengan mengurangi budaya konsumtif berlebih. Ada proses yang dilakukan sebelum makanan terbuang menjadi sampah seperti, membuat jadi pakan ternak atau pupuk.
Dijelaskannya, ada satu konsep yang seharusnya bisa dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah yaitu sustainable consumption and production. Artinya semua proses konsumsi dan produksi harus memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan sehingga bisa menekan limbah makanan.
Lebih lanjut Ia mengatakan, food loss adalah makanan atau pangan yang hilang (tidak dikonsumsi) ketika ada proses distribusi. Sementara food waste adalah makanan yang tidak dihabiskan.
“Untuk food waste, ini kritik terhadap kita semua. Budaya konsumstif cenderung ada dan dilakukan oleh kita, terutama saat Hari Raya Keagamaan, Puasa, Tahun Baru dan lainnya,” jelasnya.
Sementara food loss terdiri dari dua layer. Pertama di skema pemanenan produksi di sawah dan kebun, misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran tidak sempat terangkut dan akhirnya terbuang.
Kedua soal distribusi, Indonesia sebagai negara kepulauan, menjadi tantangan tersendiri untuk pendistribusian pangan. Terkadang prosesnya memakan waktu lama sehingga menjadi busuk di jalan atau sudah tidak layak konsumsi.