Jakarta,- Pemerintah dinilai menanggung beban yang berat di tahun 2025 karena utang jatuh tempo dan kebutuhan anggaran Makan Bergizi Gratis. Sementara kinerja penerimaan negara, utamanya dari penerimaan pajak di tahun 2024 meleset dari target.
“Kebutuhan anggaran MBG sangat besar di tengah kondisi APBN yang ketat. Selain itu, utang jatuh tempo dan bunganya di tahun 2025 jumlah juga besar mencapai 1.353,2 triliun rupiah,” kata Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama dalam Diskusi Publik “100 Hari Asta Cita Ekonomi Memuaskan?”, Rabu (29/1/2025).
Anggaran MBG masuk dalam anggaran pendidikan dalam APBN 2025 sebesar Rp71 triliun. Kebutuhannya ternyata membengkak menjadi sekitar Rp215,54 triliun, untuk menjangkau target 82,9 juta penerima manfaat.
“Itupun baru biaya paket nasi saja sebesar 10 ribu rupiah per paket. Belum dihitung biaya distribusi dan biaya lainnya,” ucap Riza.
Sementara, penerimaan perpajakan di tahun 2024, sementara tercatat sebesar Rp2.232,7 triliun, meningkat dibandingkan realisasi tahun 2023. Tetapi tidak mencapai target penerimaan perpajakan tahun 2024 sebesar Rp2.309,9 triliun.
“Penerimaan perpajakan meningkat di tahun 2024 ditopang pertumbuhan positif PPh Badan di triwulan IV. Sektor yang berkontribusi pada peningkatan penerimaan perpajakan adalah sektor pertambangan dan manufaktur,” ujar Riza.
Penerimaan perpajakan di tahun 2025 akan menghadapi tantangan berat. Salah satunya karena pemerintah membatasi kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya pada barang mewah.
Awalnya, jika PPN 12 persen jadi diterapkan, terdapat potensi penerimaan pajak hingga Rp75,29 triliun. Tapi karena kenaikannya hanya pada barang mewah, potensi penerimaan negara dari pajak ini hanya Rp1,5-3,5 triliun.
“Padahal pemerintah harus memberikan insentif karena kenaikan PPN yang jumlahnya mencapai Rp265,5 triliun. Dari sini terlihat beban APBN bertambah berat, dan membuat kondisi fiskal menjadi ketat,” kata Riza.