Jakarta,- Suhu global diperkirakan akan tetap berada pada atau mendekati rekor tertinggi selama lima tahun ke depan, menurut laporan terbaru Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Prediksi tersebut menunjukkan bahwa dunia akan menghadapi peningkatan risiko iklim yang signifikan, berdampak pada masyarakat, ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan.
Dilansir dari halaman WMO Sabtu (31/5/2025) Wakil Sekretaru Jenderal WMO Ko Barrett menyatakan bahwa warga dunia baru melalui sepuluh tahun terpanas.
“Kita baru saja melalui sepuluh tahun terpanas dalam catatan sejarah. Sayangnya, laporan WMO kali ini tidak menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan, yang berarti dampak buruk terhadap ekonomi, kehidupan sehari-hari, dan ekosistem akan terus meningkat,” kata Ko Barrett.
Laporan bertajuk Global Annual to Decadal Climate Update 2025–2029 itu disusun oleh Met Office Inggris, yang berperan sebagai Pusat Utama WMO untuk Prediksi Iklim Tahunan hingga Dekadal. Menurut WMO, setiap pecahan derajat kenaikan suhu mendorong terjadinya gelombang panas, curah hujan ekstrem, kekeringan hebat, pencairan es kutub dan gletser, serta kenaikan permukaan laut secara signifikan. Laporan ini menyajikan analisis gabungan dari 15 lembaga meteorologi global berikut beberapa prediksi utamanya:
1.Terdapat 80% kemungkinan bahwa setidaknya satu tahun antara 2025 hingga 2029 akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah, melampaui rekor tahun 2024.
2.86% kemungkinan suhu tahunan dalam lima tahun ke depan akan melampaui 1,5°C di atas rata-rata suhu era pra-industri (1850–1900).
3.70% kemungkinan rata-rata suhu global selama periode 2025–2029 akan berada di atas 1,5°C.
Meski demikian, pemanasan jangka panjang (rata-rata 20 tahun) masih diperkirakan berada di bawah ambang batas 1,5°C.Wilayah Arktik diprediksi mengalami pemanasan lebih dari 3,5 kali rata-rata global selama musim dingin (November–Maret), dengan anomali suhu mencapai 2,4°C dibandingkan baseline 1991–2020.
Laporan juga memproyeksikan penurunan lebih lanjut konsentrasi es laut di Laut Barents, Laut Bering, dan Laut Okhotsk antara 2025 dan 2029.Sementara itu, pola curah hujan menunjukkan peningkatan kelembaban di wilayah Sahel, Eropa Utara, Alaska, dan Siberia Utara, serta kondisi lebih kering di wilayah Amazon. Di Asia Selatan, tren musim hujan yang lebih basah dari biasanya diperkirakan akan berlanjut, meski tidak untuk setiap musim secara individu.
Barrett menekankan pentingnya pemantauan dan prediksi iklim berbasis sains untuk membantu para pengambil keputusan dalam merespons krisis iklim secara tepat dan adaptif.

