Jakarta,- Setiap tahun, dunia menghasilkan lebih dari dua miliar ton sampah padat kota. Namun, dari jumlah tersebut yang berhasil didaur ulang hanya sekitar 19 persen.
Sisanya, terus mencemari laut, udara, dan bahkan paru-paru manusia. Data tersebut dipaparkan Sigit Reliantoro, Deputi Bidang Tata Lingkungan dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
“Bayangin, sampah yang kamu buang hari ini, bisa muter-muter 25x keliling bumi atau nongkrong di TPA sambil ngeluarin gas metana, bikin bumi makin gerah,” tulis Sigit dalam postingannya di Instagram @nggalekcah, Sabtu (31/5/2025).
Selain dampak iklim, sampah plastik yang mencemari ekosistem laut juga menimbulkan ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati. Plastik yang terfragmentasi menjadi mikroplastik masuk ke rantai makanan, berakhir di piring makan manusia.
“Ada serpihan plastik yang nyasar ke laut, masuk ke perut ikan, lalu kembali ke piring makan malam kita. (Ini menjadi-red) hidangan spesial, shusi mikroplastik,” ujar Sigit melalui sulih suara digital.
Dampak kesehatan juga tak kalah mengkhawatirkan. Polusi dari pembakaran sampah dan pembuangan liar telah menyebabkan jutaan kematian tiap tahun pada perempuan dan anak-anak.
Sigit mengajak masyarakat berperan aktif dalam pengelolaan sampah. Ini dapat dimulai dari tindakan sederhana seperti membawa botol minum sendiri, menolak plastik sekali pakai, hingga menggerakkan komunitas.
“Bumi gak butuh penyelamat berkostum. Cukup kamu, aku, dan kita yang mau berubah pelan-pelan,” kata Sigit.

