Jakarta,- Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari mengatakan memasuki 2024 kebijakan kepariwisataan Indonesia belum jelas. Apakah mau ke arah quality tourism atau masih mau bekutat pada mass tourism.
“Seharusnya di 2024 ini pemerintah lebih megedepankan quality tourism. Artinya lebih kepada selama apa wisatawan mancanegara (wisman) menghabiskan waktunya di kawasan wisata Indonesia dan sebanyak apa mereka membelanjakan uangnya di Indonesia. Hal ini tentunya akan berdampak secara ekonomi kepada masyarakat dan daerah di kawasan wisata tesebut lebih besar,” kata Azril dalam wawancara, Minggu (14/1/2024).
Menurutnya, sekarang ini keberpihakan kebijakan masih fokus pada mass tourism yang berakibat terhadap wisman yang datang kebanyakan katagori back packer. Dimana biasanya mereka tidak menghabiskan atau membelanjakan uang dengan jumlah besar, meskipun mereka mungkin tinggal lama. “Hal ini tentu tidak berdampak signifikan terhadap masyarakat secara ekonomi,” kata Prof. Azril.
Malah akhirnya, menurut Azril, berdampak negatif seperti yang terjadi di Bali. Dimana Bali akhirnya mengalami over tourism yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan masyarakat dan kawasan wisata, serta terganggunya kehidupan sosial masyarakat dan meningkatnya kriminalistas.
Seperti diketahui, World Travel & Tourism Council memasukan Bali menjadi salah satu kota di dunia yang mengalami kepadatan wisatawan atau overtourism sepanjang Januari-November 2023. Di satu sisi, lonjakan ini disebut berdampak positif untuk bisnis dan ekonomi lokal. Namun di sisi lain, membawa pengaruh negatif seperti kebisingan, polusi lalu lintas, sosial dan lingkungan.
Menurut Azri, jika saja pemerintah menerapkan kebijakan quality tourism, maka bisa difilter wisman yang datang seperti ke Bali. Dimana mereka akan difilter dari sisi berapa lama mereka akan tinggal di Indonesia dan berapa banyak uang yang akan meraka belanjakan.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sandiaga Uno sudah menekankan perlunya beralih ke model pariwisata yang lebih berkelanjutan, serta menarik pengunjung yang tinggal lebih lama dan membelanjakan uangnya untuk ekonomi lokal yang lebih besar.
Azril Azahari menyebut, satu kebijakan yang harus ditinjau ulang agar konsep quality tourism tersebut bisa terlaksana adalah soal visa on arrival (voa) yang harus lebih selektif dilakukan. Artinya tidak semua bisa mendapatkan voa, tapi hanya untuk wisman yang berkualitas saja, termasuk berkualitas secara finasial.
“Sekarang ini voa bisa diperoleh dengan mudah, bahkan capnya bisa di atas pesawat. Akhirnya banyak wisman kualitas back packer yang masuk, bukan wisman berkualitas yang bisa tinggal lama dan spendingnya tinggi,” kata Azril.
Dia memberi contoh Australia yang menerapkan kebijakan filter bagi siapa saja yang bisa masuk negara tersebut untuk berkunjung atau berlibur . Termasuk harus adanya deposit dana sehingga, wisman yang masuk benar-benar berkualitas.
Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) optimistis target 9,5 juta sampai 14,3 juta kunjungan wisman ke Indonesia tahun 2024 tercapai. Sementara itu, target nilai devisa pariwisata 2024 sebesar 7,38 sampai 13,08 miliar dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 213,44 triliun). Dalam mencapai target ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga mengatakan, dibutuhkan adanya penambahan penerbangan.