Jakarta,- Amerika Serikat (AS) menyoroti, kebijakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) di Indonesia. Sistem QRIS dan GPN, Negeri Paman Sam menilai, sebagai bentuk hambatan dalam perdagangan antara Indonesia dengan AS.
Merespons sikap AS itu, Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pun buka suara. Terlebih, penggunaan sistem pembayaran QRIS dan GPN menjadi salah satu pembahasan dalam negosiasi perdagangan dengan pemerintah AS.
Politikus senior Golkar ini mengaku, pemerintah sudah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terutama, terkait masukan dari pihak AS soal QRIS dan GPN.
“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan BI. Terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” kata Menko Airlangga dalam konferensi pers secara daring, dikutip Minggu (20/4/2025).
Namun sayang, Menko Airlangga tidak bisa merinci, langkah strategis apa saja yang bakal dilakukan BI dan OJK. Yakni, dalam meredam tarif resiprokal 32 persen Indonesia dari AS.
Sebelumnya, dua provider kartu kenamaan AS pernah melobi pemerintah Indonesia dan BI perihal penggunaan GPN pada 2019. Pada saat itu, BI tidak melonggarkan aturan wajib GPN.
Setelah setahun diluncurkannya GPN, Indonesia disebutkan segera menghapus kewajiban menggandeng perusahaan switching lokal di bisnis sistem pembayaran domestik. Yaitu, pada dua perusahaan AS, Mastercard dan Visa.
“Perubahan ini akan mengizinkan perusahaan asal AS itu untuk memproses transaksi kartu kredit tanpa rekanan lokal. Ini merupakan kemenangan lobi pemerintah AS di tengah tekanan sejumlah negara Asia yang mengeluarkan aturan khusus alat pembayaran lokal,” kata Reuters, Jumat (4/10/2019) silam.