Bukittinggi,-Hingga saat ini gas beracun yang muncul akibat erupsi Gunung Marapi masih terkonsentrasi di pusat letusan atau di kawah gunung api itu. Hal itu disampaikan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
“Berdasarkan hasil kajian tidak ada gas beracun yang bersifat mematikan. Dan masih berkonsentrasi di pusat letusan atau di kawah Gunung Marapi,” kata Petugas Pos Pengamat Gunung Api (PGA) Gunung Marapi, Teguh dalam keterangannya, Kamis (7/11/2024).
Merujuk hasil evaluasi Gunung Marapi periode 16-31 Oktober 2024, pelepasan gas Sulfur Dioksida (SO2) Gunung Marapi masih tergolong rendah. Meskipun terjadi peningkatan aktivitas gunung api setinggi 2.891 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu.
Kemudian dalam laporan 28 Oktober 2024, gas SO2 terukur sebanyak 24 ton per hari. Kondisi ini mencerminkan aktivitas Gunung Marapi masih dominan berupa degassing atau pelepasan gas dengan kandungan gas magmatik SO2 yang tergolong rendah.
Menyusul kenaikan status Gunung Marapi dari Waspada menjadi Siaga, PGA Gunung Marapi hingga saat ini belum menemukan adanya perubahan gunung secara fisik. Kendati demikian, secara deformasi memang terjadi inflasi atau penggembungan.
Teguh mengatakan peningkatan status Gunung Marapi dari waspada menjadi siaga disebabkan oleh rangkaian letusan. Ini yang terjadi secara tidak kontinyu sejak 2023 hingga November 2024.
“Menyikapi kenaikan status Gunung Marapi yang berada di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, PVMBG mengeluarkan sejumlah rekomendasi di antaranya masyarakat, pendaki atau pengunjung. Agar tidak memasuki dan berkegiatan di dalam wilayah radius 4,5 kilometer dari pusat erupsi (Kawah Verbeek),” ujarnya.
“Kemudian masyarakat yang bermukim di sekitar lembah, bantaran atau aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Marapi diminta mewaspadai potensi. Dan ancaman banjir lahar yang dapat terjadi terutama saat musim hujan,” ucapnya.