Jakarta,- Meski status pandemi telah dicabut secara global, COVID-19 belum benar-benar hilang. Justru saat ini dunia menghadapi gelombang baru dari subvarian dan varian rekombinan yang berasal dari Omicron.
Epidemiolog Universitas Griffith, Diki Budiman, menjelaskan bahwa omicron masih menjadi varian dominan di seluruh dunia. “Varian sebelumnya seperti Delta bahkan sudah nyaris tidak terdeteksi,” karanya dalam wawancara, Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, subvarian baru dari Omicron terus bermunculan akibat mutasi genetik. Khususnya pada bagian spike protein, yaitu bagian virus yang berperan dalam menempel ke sel tubuh manusia.
“Mutasi pada spike protein ini membuat virus lebih mudah menginfeksi dan lebih cepat menular. Tapi kabar baiknya, mutasi-mutasi ini belum menyebabkan virus menjadi lebih parah atau lebih mematikan,” ujarnya, menjelaskan.
Selain subvarian, Diki juga mengungkapkan munculnya varian rekombinan, yaitu hasil persilangan genetik antara dua subvarian yang berbeda. “Semacam ‘kawin silang’ antara sesama turunan Omicron, dan ini juga sudah mulai bersirkulasi,” ucapnya.
Fenomena mutasi dan rekombinasi ini bukan hal yang mengejutkan bagi para ilmuwan. Virus SARS-CoV-2 adalah jenis virus, yang secara alami memiliki kecenderungan untuk bermutasi dengan cepat.
Meskipun tingkat penularan meningkat, efektivitas vaksinasi tetap tinggi. Vaksin terbukti mampu menekan replikasi virus dalam tubuh, sehingga memperkecil peluang mutasi dan mencegah gejala parah.