Jakarta,-Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti mengatakan pemberian hukuman kepada siswa karena menunggak SPP dinilai kurang tepat. Menurutnya, Dinas Pendidikan harus bijak memahami hal ini dengan tidak sekadar menjadi penengah namun harus bisa mengevaluasi.
“Jika berbicara tentang pelanggaran tata tertib, menunggak SPP bukan pelanggaran. Menurut saya ini sangat tidak tepat, ” kata Retno dalam wawancara, Minggu malam (12/1/2025).
Retno juga menyoroti hukuman yang diberikan oleh guru kepada siswa merupakan pelanggaran aturan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023. Baginya, hal tersebut sudah memasuki kekerasan psikis terhadap anak.
Terkait dengan cara menghukum anak, Retno menyarankan untuk tidak memilih yang menyakitkan dan mempermalukan anak. Bahkan dalam kasus ini, sang anak tidak bersalah.
Sementara itu, FSGI mencatat bahwa ada sejumlah kasus serupa yang dialami oleh siswa SD di Medan yang menunggak SPP. Salah satunya, ada salah satu sekolah yang menahan raport karena belum membayar SPP.
“Dalam menyikapi hal ini, orang tua harus mempunyai tanggung jawab dalam pembayaran anak sekolah. Seharusnya hal-hal seperti ini bisa dibicarakan dengan baik, tanpa harus menekan si anak, ” ucap Retno.
Di sisi lain, Retno juga menyarankan agar guru yang terlibat menghukum siswa menunggak SPP tetap diberikan pengawasan. Artinya, guru tersebut harus mendapatkan perlindungan agar tidak mendapatkan sanksi berat berupa pemecatan.
Untuk mencegah kasus ini terjadi lagi, Retno menghimbau agar seluruh pemangku pendidikan dapat berpartisipasi mencegah hal serupa. “Pemerintah Daerah dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak harus turun bersama, ” ujarnya.