Jakarta,-Pengacara terdakwa Harvey Moeis, Andi Ahmad tak terima atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Ini terkait penyitaan seluruh aset kliennya, termasuk harta istri Harvey, Sandra Dewi dalam kasus korupsi timah.
Pasalnya, kata Andi, Harvey dan Sandra telah menyepakati perjanjian pisah harta sebelum melangsungkan pernikahan. Sehingga, menurutnya, harta Harvey dan Sandra Dewi tak bisa dicampur adukkan.
“Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta. Ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” ujar Andi usai sidang pembacaan putusan korupsi timah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/12/2024).
Ia mengungkapkan beberapa aset Sandra yang turut disita dalam kasus tersebut, yaitu berupa tas, logam mulia, dan rekening deposito senilai Rp33 miliar. Harta itu, kata Andi, dimiliki jauh sebelum tempus perkara dan merupakan bayaran atas kontrak pekerjaannya sebagai aktris ataupun model.
Andi pun menganggap, perampasan aset tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait dasar pertimbangan hakim. Untuk itu, pihaknya akan mencermati salinan putusan, sebelum mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut.
Dalam konteks hukum, lanjutnya, perjanjian pisah harta memungkinkan pasangan suami istri untuk memisahkan kepemilikan dan pengelolaan aset. Dengan demikian, harta yang sudah dipisahkan secara hukum seharusnya tidak bisa dianggap sebagai bagian dari kekayaan terdakwa yang dapat disita.
Selain karena telah adanya perjanjian pisah harta, Andi juga menyoroti banyaknya aset yang dirampas. Meskipun sudah diperoleh Harvey sebelum tempus perkara atau terjadinya tindak pidana, yakni pada 2015.
Ia menuturkan terdapat beberapa aset yang diperoleh pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. “Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” katanya.
Adapun Hakim Tipikor memerintahkan seluruh aset terdakwa Harvey Moeis yang disita oleh jaksa penuntut umum agar dirampas untuk negara. Perintah tersebut seiring dengan Harvey yang telah divonis secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan. Sebagai uang pengganti kerugian negara yang akan dibebankan terhadap terdakwa,” ucap hakim anggota Jaini Basir.
Harvey telah divonis pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan karena terbukti melakukan korupsi dan TPPU. Ini terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015–2022.
Selain pidana penjara, Harvey juga dikenakan pidana denda sebesar Rp1 miliar. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar. Dengan subsider dua tahun penjara.
Dalam perkara tersebut, Harvey sebelumnya diduga menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim. Mereka dituduh melakukan pencucian uang untuk membeli berbagai barang mewah, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.