Jakarta,-Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Modusnya, korban warga negara Indonesia (WNI) dibawa ke Australia dan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Sydney.
Kasus ini terungkap setelah Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mendapat informasi dari Australian Federal Police (AFP). Polisi Australia memberitahu bahwa ada WNI yang diduga menjadi korban TPPO yang dijadikan sebagai PSK.
“Kami pun mendalami informasi tersebut dan melakukan penyelidikan. Nah penyidikan dimulai dari pendalaman keterangan dari para korban,” kata Dirttipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (23/7/2024).
Dari hasil penyelidikan tersebut, polisi menangkap seorang tersangka berinisial FLA (36) di Kalideres, Jakarta Barat pada 18 Maret 2024. FLA berperan sebagai perekrut calon korban, menyiapkan visa serta tiket keberangkatan korban ke Sydney.
Kemudian, tersangka FLA menyerahkan korban kepada tersangka SS alias Batman yang berada di Sydney. SS alias Batman berperan sebagai koordinator beberapa tempat prostitusi di Sydney.
“Tersangka Batman menjemput, menampung dan mempekerjakan para korban di beberapa tempat prostitusi yang berada di Sydney. Dan pada 10 Juli lalu AFP sudah menangkap dan menahan Batman,” ujar Djuhandani
Lebih lanjut dia mengatakan, Polisi sudah menggeledah rumah tersangka FLA dan menyita sejumlah barang bukti. Diantaranya buku tabungan, ATM, laptopdan 28 paspor milik WNI yang diduga milik para korban.
Polisi juga menemukan catatan pembayaran dan pemotongan gaji yang dikirim korban yang sudah bekerja sebagai PSK di Sydney. Selain itu, ditemukan juga file draft perjanjian kerja sebagai PSK.
“Perjanjian berisi biaya sewa tempat tinggal, gaji bulan pertama ditahan, aturan jam kerja dan surat perjanjian utang piutang sebesar Rp50 juta. Kontrak kerja dibuat sebagai jaminan apabila para korban tidak bekerja dalam kurun waktu 3 bulan maka harus membayar utang tersebut,” kata Brigjen Pol. Djuhandani
Menurut dia, tersangka FLA mengaku sudah melakukan aksinya sejak 2019, dan telah memberangkatkan 50 orang. “Semuanyanya dijadikan PSK, dan dari situ tersangka mendapatkan keuntungan Rp500 juta,” kata dia.
Polri juga akan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk menelusuri kemungkinan masih ada tersangka lain. Termasuk untuk mengidentifikasi para korban yang telah diberangkatkan oleh jaringan ini.
Atas perbuatannya, Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 4 UU RI No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO. FLA terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.