Jakarta,-Keberhasilan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) disebut sangat bergantung pada komitmen kepala daerah. Selain itu, penerapan KTR juga disebut perlu dukungan penuh kebijakan nasional.
Demikian disampaikam Ketua Umum Yayasan Kakak, Shoim Shariati di Jakarta, Kamis (17/7/2025). Diletahui, Yayasan Kakak merupakan organisasi yang bergerak pada isu perlindungan anak.
“Komitmen kepala daerah harus diperkuat karena menjadi kunci keberhasilan penerapan KTR. Baik dari sisi kebijakan maupun implementasinya,” ujar Shoim Shariati.
Menurut Shoim, daerah dengan standar kebijakan yang baik dan pelaksanaan yang konsisten dapat dijadikan praktik percontohan. Khususnya, dalam memperkuat perlindungan terhadap anak dari bahaya rokok.
Selain tentang KTR, Shoim juga menyoroti pentingnya pelarangan total terhadap iklan atau promosi. Serta sponsor rokok di tingkat daerah atau wilayah.
Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Manik Marganamahendra menyampaikan strategi iklan rokok yang kian beragam. Menurutnya, strategi industri rokok dalam menggaet orang muda kini jauh lebih adaptif dibanding regulasi yang mengawasinya.
“Bentuk iklan rokok saat ini sudah masuk lewat ruang-ruang yang sulit dijangkau oleh pengawasan biasa. Misalnya acara musik, kolaborasi konten kreator, sampai visual di jersey komunitas,” ujarnya.
Manik mengatakan, Indonesia dalam proses merespon ancaman itu. Namun langkah ini perlu dikawal secara bersama-sama.
“Agar tak berhenti sebagai dokumen teknis tanpa keberanian politik di belakangnya. Khususnya keberanian Menteri Kesehatan untuk segera melakukan implementasi,” katanya.
Di DKI Jakarta, kebijakan yang mengatur KTR baru dalam bentuk peraturan gubernur (Pergub). Yakni, Pergub DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 dan perubahannya pada Pergub DKI Jakarta Nompr 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
Walau begitu, Pemprov DKI Jakarta menyatakan wilayahnya menjadi indikator dan rujukan provinsi lain di Indonesia dalam implementasi kawasan dilarang merokok. KTR menjadi upaya pengendalian dampak lingkungan dan ekonomi serta pengurangan faktor risiko penyakit dari perilaku merokok dan rokok itu sendiri.
Hal tersebut diatur di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Yakni, Pasal 3 Ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan yang baik dan sehat.

