Jakarta,-Pemerintah memberi kemudahan bagi para jemaah haji yang ingin mengirim barang yang dibeli di tanah suci ke Indonesia. Kemudahan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4 Tahun 2025 yang mulai berlaku efektif pada 5 Maret 2025.
PMK tersebut merupakan PMK perubahan kedua tentang barang kiriman yang sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 96 Tahun 2023. “Ketentuan barang kiriman jemaah haji hanya berlaku untuk jamaah haji, tidak berlaku untuk petugas haji,” kata Kepala Subdirektorat Impor Direktur Teknis Kepabeanan Chotibul Umam dalam media briefing di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Dengan adanya aturan ini, jemaah haji dapat mengirimkan barangnya melalui layanan pos dengan biaya yang lebih murah. Daripada membawanya sendiri dan harus membayar bagasi pesawat yang biayanya bisa lebih mahal.
“Syaratnya, perusahaan pengangkut di luar negeri sudah memiliki kontrak kerja sama dengan layanan pos di dalam negeri. Supaya ada pemahaman yang sama mulai dari pengisian dokumennya, harganya dan ketentuannya, misalnya harus menyertakan nomer porsi hajinya,” ucap Chotibul.
Nomor porsi haji harus disertakan, agar pihak Bea Cukai bisa mengecek apakah pengirimnya adalah benar jemaah haji. Karena kalau bukan jemaah haji, akan dikenakan ketentuan umum.
“Adapun ketentuannya, jamaah haji diberikan keleluasaan melakukan pengiriman sebanyak dua kali dengan nilai 1.500 dolar AS per pengiriman. Pengiriman tersebut akan dibebaskan dari bea masuk, bea masuk tambahan, PPN maupun PPh,” ujar Chotibul.
Untuk pengiriman barang yang nilainya lebih dari 1.500 dolar AS, hanya akan dikenakan bea masuk sebesar 7,5 persen. Selain itu, juga akan dikenakan PPN sesuai aturan yang berlaku.
Untuk lebih dari dua kali pengiriman, juga hanya akan dikenakan bea masuk 7,5 persen dan PPN seusai ketentuan. Barang yang dikirim harus dikemas dalam kemasan paling besar dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 60 cm dan tinggi 80 cm.
“Dokumen pengiriman barang atau congsignment note (CN) diberitahukan paling cepat setelah tanggal pemberangkatan kloter pertama. Dan paling lambat 30 hari setelah kepulangan kloter terakhir,” kata Chotibul menutup keterangannya.