Deli Serdang – Indonesia dengan keragamannya yang kaya memiliki perjalanan panjang dalam pembentukan identitas sastra. Di antara banyak faktor yang membentuk wajah sastra Indonesia kesusastraan Melayu memainkan peran penting yang tak dapat disangkal. Dari pantun hingga hikayat dari syair hingga novel, kesusastraan Melayu bukan hanya menjadi cikal bakal bahasa Indonesia, tetapi juga memberikan warna yang mendalam terhadap perkembangan sastra Indonesia modern.
Kesusastraan Melayu : Jejak Sejarah Yang Mendalam.
Kesusastraan Melayu dimulai sejak abad ke-15 hingga ke-19, ketika bahasa Melayu menjadi lingua franca di wilayah Asia Tenggara. Bahasa ini yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan besar seperti kerajaan Malaka dan Kesultanan Aceh menjadi medium untuk berbagai karya sastra yang sarat dengan nilai Moral, Budaya, dan Agama.
Salah satu karya monumental dari periode ini adalah Hikayat Hang Tuah yang tidak hanya mengisahkan kepahlawanan, tetapi juga nilai-nilai luhur yang berpengaruh dalam Budaya Melayu dan Nusantara. Hikayat ini adalah salah satu contoh karya sastra klasik yang mengandung konsep kesetiaan, kehormatan, dan perjuangan yang diwariskan turun-temurun.
Menurut A. Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern (1982), “Hikayat Hang Tuah dan karya-karya sejenisnya tidak hanya menjadi bagian dari sastra Melayu, tetapi juga menjadi bagian dari pembentukan identitas sastra Nusantara,” (Teeuw, 1982 : 45).
Contoh Produk Sastra :
Hikayat Hang Tuah (Abad ke-16) – Sebuah karya sastra yang menjadi simbol kepahlawanan dan nilai-nilai Melayu. Meskipun berasal dari zaman kesultanan Malaka, hikayat ini tetap memiliki pengaruh besar dalam pembentukan identitas Budaya Melayu di Nusantara.
Selain hikayat, pantun dan syair menjadi bentuk sastra yang sangat dikenal, sering digunakan untuk menyampaikan pesan moral maupun ekspresi cinta. Pantun, dengan pola bersajak ABAB memiliki kekuatan untuk mengekspresikan berbagai perasaan, mulai dari cinta, pesan moral, hingga sindiran sosial.
Contoh Produk Sastra :
Pantun Melayu – Banyak pantun yang digunakan dalam berbagai Upacara Adat dan Perayaan dalam masyarakat Melayu, seperti pantun untuk pernikahan atau penyambutan tamu.
Bahasa Melayu : Jembatan yang Menghubungkan Nusantara.
Pada masa Kemerdekaan Indonesia, bahasa Melayu yang telah lama digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dunia sastra menjadi cikal bakal bagi terbentuknya bahasa Indonesia. Sastra Indonesia kemudian berkembang pesat dengan mengadaptasi berbagai unsur dari kesusastraan Melayu.
Sutan Takdir Alisjahbana, seorang Tokoh penting dalam sastra Indonesia, sering mengutip gaya bahasa Melayu dalam karya-karyanya. Bahkan, dalam novel-novelnya, ia tetap mengangkat nilai-nilai luhur yang berasal dari kebudayaan Melayu yang merupakan warisan yang tak ternilai. Di samping itu, Chairil Anwar, sang pelopor angkatan 45, meskipun menulis dengan gaya yang lebih modern, tetap tidak dapat menghindar dari pengaruh tradisi sastra Melayu, khususnya dalam bentuk puisi dan kritik sosial.
Contoh Produk Sastra :
Novel “Layar Terkembang” oleh Sutan Takdir Alisjahbana – Karya ini menggambarkan modernisasi dalam sastra Indonesia, namun tetap mempertahankan elemen-elemen tradisi Melayu dalam pembentukan karakter dan narasi yang disampaikannya.
Puisi-puisi Chairil Anwar – Meskipun menggunakan gaya yang lebih bebas dan modern, unsur-unsur pengaruh Melayu tetap tampak dalam karya-karya seperti “Aku” yang mengandung semangat pembaruan dan pemberontakan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gerry Van Klinken dalam bukunya Jaringan Politik : Melayu dan Indonesia (2004), “Peran bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan tidak hanya mendasari kesusastraan tetapi juga pembentukan negara Indonesia, yang mana hal ini tampak jelas dalam karya-karya sastra yang dipengaruhi oleh budaya Melayu” (Van Klinken, 2004 : 78).
Kesusastraan Melayu : Cikal Bakal Sastra Indonesia Modern.
Pada abad ke-20, sastra Indonesia mulai berkembang pesat, terutama setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Banyak penulis Indonesia yang terinspirasi oleh kesusastraan Melayu, baik dalam hal bentuk, gaya, maupun tema.
Hamka, misalnya, dalam karyanya yang sangat populer, tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, menyematkan nilai-nilai Melayu, baik dalam karakter-karakter yang dibangun, maupun dalam gaya naratif yang lembut namun mendalam. Dalam karya tersebut, Hamka berhasil memadukan cerita rakyat dan kebudayaan Melayu dengan elemen-elemen sosial yang lebih luas.
Contoh Produk Sastra :
“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” oleh Hamka – Menggabungkan unsur-unsur romantisme Melayu dengan kritik sosial tentang kelas dan tradisi.
Selain itu, Pramoedya Ananta Toer, yang sering memadukan Sejarah dan Budaya dalam tulisannya, juga menggali banyak elemen-elemen tradisi Melayu, yang kemudian disampaikan kepada pembaca dalam konteks yang lebih luas dan lebih universal. Walaupun mereka menulis di tengah perubahan zaman, pengaruh dari kesusastraan Melayu tidak pernah benar-benar hilang.
Contoh Produk Sastra :
Tetralogi Buru oleh Pramoedya Ananta Toer – Dalam karya ini, Pramoedya menggunakan pengaruh-pengaruh tradisi Melayu dalam narasi sejarah dan karakter-karakternya, meskipun dengan kritik sosial yang lebih tajam.
Aminuddin Rasyid dalam bukunya Perkembangan Sastra Indonesia (2010) menyatakan bahwa, “Pengaruh kesusastraan Melayu yang sarat dengan nilai moral dan sosial, terus membentuk alur sastra Indonesia, dengan mengajarkan tentang konsep keberagaman, perjuangan, dan persatuan” (Rasyid, 2010 : 102).
Menyelami Jejak Sastra Melayu di Era Digital.
Di Era Digital ini, meskipun dunia sastra semakin modern dengan adanya berbagai media baru, pengaruh kesusastraan Melayu tetap terasa. Dalam karya-karya baru, seperti novel, cerpen, dan puisi yang diterbitkan secara online, banyak penulis Indonesia yang terus menggali bentuk sastra tradisional Melayu dan mengadaptasinya dengan konteks modern. Ada kecenderungan untuk kembali ke akar, terutama dalam bentuk-bentuk puisi yang singkat namun penuh makna, seperti pantun dan syair.
Contoh Produk Sastra Kontemporer :
“Bumi Manusia” oleh Pramoedya Ananta Toer – Walaupun karya ini lebih dikenal karena konteks politik dan sejarah, pengaruh budaya Melayu terlihat dalam latar belakang cerita dan struktur naratif yang kaya akan nilai-nilai Melayu.
Kumpulan Puisi oleh Sapardi Djoko Damono – Walau lebih dikenal sebagai penyair kontemporer, Sapardi juga memanfaatkan unsur-unsur tradisi puisi Melayu dalam penggambarannya tentang cinta dan kehidupan.
Selain itu, generasi muda Indonesia mulai mengenal kembali hikayat dan cerita rakyat Melayu, yang sering kali dipresentasikan dalam bentuk yang lebih kontemporer melalui medium digital, seperti film atau platform sastra daring.
Contoh Produk Sastra Digital :
Cerita Rakyat Melayu di Platform Digital – Banyak cerita rakyat Melayu yang diadaptasi menjadi film atau karya digital di platform seperti YouTube dan Webtoon, menghidupkan kembali kisah-kisah klasik dengan sentuhan modern.
Kesimpulan : Melestarikan Warisan Sastra Melayu dalam Sastra Indonesia.
Kontribusi kesusastraan Melayu terhadap perkembangan sastra Indonesia sangatlah besar. Dari hikayat yang penuh hikmah hingga pantun yang penuh kearifan lokal, kesusastraan Melayu telah menanamkan benih-benih estetika dan nilai moral yang menjadi bagian integral dari sastra Indonesia.
Bahkan di tengah modernitas dan perubahan zaman, warisan ini tetap relevan dan terus memberikan pengaruh yang kuat terhadap penulisan sastra di Indonesia. Bagi kita, yang tinggal di tanah yang kaya akan budaya dan bahasa ini, penting untuk mengenali, melestarikan, dan mengembangkan kekayaan sastra Melayu, agar terus hidup dan memberi inspirasi bagi generasi mendatang.
Dengan terus menggali dan mengapresiasi kesusastraan Melayu, kita tidak hanya menjaga keberlanjutan tradisi budaya, tetapi juga turut membangun fondasi kuat untuk sastra Indonesia di masa depan.(Gs/Sgai).