Jakarta- Wilayah Kepulauan Riau (Kepri) menjadi salah satu wilayah yang masih rawan akan masuknya barang-barang selundupan. Karena posisinya yang strategis berbatasan dengan sejumlah negara dan berada di lintasan perairan yang menjadi perlintasan perdagangan internasional.
Kepala Kanwil Bea Cukai Kepri, Priyono Triatmojo mengatakan, Kepri berada di Selat Malaka yang dilintasi hampir 70.000 kapal. Kepri juga berbatasan dengan negara Singapura, Malaysia, Kamboja dan Vietnam.
“Sehingga tugas Kanwil Bea Cukai Kepri lebih pada penegakkan hukum, khususnya melakukan patroli laut. Patroli dilakukan untuk menjaga perbatasan, menjaga penerimaan negara dan mencegah masuknya barang ilegal dan terlarang ke wilayah Indonesia,” kata Priyono, Sabtu (29/6/2024).
Dia mencontohkan, wilayah Batam yang memiliki sekitar 143 pelabuhan tikus. Dimana 97 titik berada di Pulau Batam, dan 58 titik berada di sekitar Pulau Batam.
“Pelabuhan tikus ini merupakan potensi besar keluar masuknya kapal yang membawa barang-barang tanpa dokumen alias barang selundupan. Barang selundupan itu bisa merugikan masyarakat, dan terutama berpotensi merugikan negara,” ucap Priyono.
Barang-barang yang diselundupkan biasanya rokok, minuman keras, narkoba, pasir kuarsa dan pakaian bekas. Jumlah penindakan meningkat tajam di 2023 sebanyak 836 penindakan, dibandingkan 2022 sebanyak 364 penindakan.
Sementara, hingga Mei 2024 sudah dilakukan 233 penindakan dengan nilai barang Rp11,53 miliar. Dari jumlah itu, estimasi kerugian negara sebesar Rp1,65 miliar.
Kepala Pangkalan Sarana Operasi (PSO) Bea Cukai Batam, Dafit Kasianto mengatakan, ada tiga macam patroli laut oleh PSO Batam. Yaitu patroli rutin, patroli targeting ( reaksi cepat) dan patroli terkordinasi.
Patroli rutin dilakukan 24 jam setiap hari. Sedangkan patroli terkordinasi dilakukan bekerja sama dengan berbagai kementerian/lembaga dan dengan polisi penjaga pantai Singapura dan Malaysia.
Untuk pelaksanaan patroli, saat ini PSO Batam memiliki sembilan kapal, di antaranya speed-boat dan satu kapal interceptor. Kapal interceptor bisanya digunakan untuk melakukan pengejaran, karena bisa melaju dengan kecepatan 70 knots.
“Petugas patroli juga dilengkapi senjata laras panjang dan pendek. Semua dilakukan untuk menjaga penerimaan negara dan tugas bea cukai sebagai ‘community protector’ (pelindung masyarakat),” ujar Dafit.