Jakarta: BPOM akan membahas penerapan labelisasi tingkat risiko kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada pangan kemasan. Pembahasan itu dilakukan Kepala BPOM Taruna Ikrar dengan menemui anggota Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) Agung Laksono.
“Salah satu strategi pengendalian konsumsi GGL adalah melalui penetapan pencantuman informasi nilai gizi (ING). Termasuk informasi kandungan GGL, pada pangan olahan dan/atau pangan olahan siap saji,” ujar Taruna Ikrar dalam keterangan resmi, Selasa (24/9/2024).
Menurut survei Kemenkes pada 2014, sekitar 29,7% penduduk Indonesia mengonsumsi GGL di atas standar. Karena itu, muncul wacana labelisasi yang akan menunjukkan tingkat risiko konsumsi GGL pada pangan kemasan.
Adapun kebijakan label gizi pada pangan olahan yang diatur adalah pencantuman tabel informasi nilai gizi yang bersifat wajib. Sedangkan pelabelan gizi pada bagian depan label bersifat sukarela, untuk memudahkan masyarakat dalam memahami kandungan gizi pada produk.
Saat ini, pihak Wantimpres sedang menyusun nasihat dan pertimbangan (nastim) terkait pengendalian konsumsi GGL. Agung menyebut pencantuman label GGL ini akan berkaitan dengan pengendalian penyakit tidak menular seperti jantung, hipertensi dan diabetes.
Kini, BPOM sedang melakukan reviu terhadap ketentuan pencantuman label gizi bagian depan melalui format nutri-evel. Nutri-level terdiri atas 4 tingkatan (level A, B, C, dan D) yang menunjukkan level pangan berdasarkan kandungan GGL.
Level A dengan kandungan GGL paling rendah. Sementara Level D dengan kandungan GGL paling tinggi.