Jakarta,- Migrant Care menyebut biaya pengurusan dokumen ketenagakerjaan dan dokumen lainnya untuk menjadi penyebab banyaknya pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural. Selain itu, masa pengurusan dokumen yang lama juga menjadi faktor penyebab kecenderungan itu.
Demikian disampaikan Koordinator Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta. Menurutnya kendala itu menjadi peluang bagi para calo menawarkan jasa jalan pintas, akhirnya para calon PMI tergiur dengan jalan pintas non prosedural berbiaya murah.
Ini sebenarnya yang menjadi PR dari Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding agar PMI non prosedural bisa ditekan jumlahnya. Sebelum, menteri PPMI menyebut lebih dari lima juta warga negara Indonesia menjadi pekerja migran non prosedural di luar negeri.
Ia menyebutkan para PMI tersebar di 100 negara tujuan, seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan, dan Hong Kong. Diakuinya, para pekerja migran yang tidak terdaftar alias ilegal tersebut memang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Kementerian PPMI.
Sebab, kata dia, PMI ilegal tersebut rawan mengalami eksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) “Karena mereka berangkatnya tidak prosedural, negara tidak bisa menjamin nasib seseorang karena mereka tidak masuk SISKOP2MI,” ujarnya.
SISKOP2MI adalah Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. SISKOP2MI menyediakan layanan perlindungan bagi PMI.
Migrant Care meminta Kementerian PPMI lebih gencar melakukan sosialisasi dan edukasi sampai ke desa-desa seperti apa bahayanya berangkat tanpa prosedur resmi. Pasalnya, para calo TKI juga banyak yang berasal dari desa-desa PMI berasal.
“Para calo ini harus diberantas melalui edukasi ke masyarakat dan penegakan hukum. Selain itu perlu ditinjau kembali soal biaya tinggi dan waktu yang lama dalam pengurusan dokumen yang menjadi celah calo menawarkan jalan pintas,” kata Dwi Yuni menjelakan.