Jakarta,-Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi bulan September 2024 secara tahunan sebesar 1,84 persen. Tetapi secara bulanan terjadi deflasi sebesar 0,12 persen, lebih dalam dibandingkan bulan Agustus 2024 yang sebesar 0,03 persen.
“Kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau menyumbang deflasi terbesar. Deflasi kelompok pengenluran ini sebesar 0,59 persen dengan andil deflasi sebesar 0,17 persen,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widysanti dalam keterangannya, Selasa (1/10/2024).
Komoditas penyumbang utama deflasi adalah cabai merah, cabai rawit, telur dan daging ayam ras serta tomat. Sedangkan komoditas yang masih memberikan andil inflasi di antaranya ikan segara, kopi bubuk, biaya kuliah, tarif angkutan udara.
Berdasarkan data historisnya, deflasi bulan September adalah yang terdalam dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir. Sepanjang tahun ini, deflasi bulan September merupakan deflasi bulan kelima secara berturut-turut.
BPS juga mencatat kelompok transportasi, memberikan kontribusi deflasi bulan September 2024 dengan andil 0,02 persen. Disebabkan oleh turunnya harga bahan bakar khusus/non subsidi, yakni bensi dan solar.
“Komoditas bensin mengalami deflasi sebesar 0,72 persen, sedangkan solar deflasi 0,74 persen. Deflasi bensin di bulan September merupakan yang terdalam sejak Desember 2023,” ucap Amalia.
Pada bulan September, dari 38 provinsi, 24 di antaranya deflasi dan 14 propinsi mengalami inflasi. Deflasi terdalam di Papua Barat sebesar 0,92 persen, dan inflasi tertinggi di Maluku Utara sebesar 0,56 persen.
Berdasarkan komponennya, secara tahunan inflasi inti pada September 2024 meningkat menjadi 2,09 persen. Inflasi harga diatur pemerintah menurun menjadi 1,4 persen dan inflasi harga bergejolak juga menurun menjadi 1,43 persen.