Jakarta – Semangat Paris Agreement yang telah menjadi amanat UU No 16/2016 masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sekalipun sudah membuat komitmen pada NDC 2030 dan transisi energi menuju NZE 2060, namun pelaksanaanya jauh panggang dari api.
Mitigasi emisi GRK dari kendaraan bermotor adalah contoh nyata ketertinggalan tersebut:
(1) standard Carbon kendaraan tidak diatur;
(2) agenda mitigasi GRK kendaraan bermotor dengan elektrifikasi tertunda, misalnya adopsi bus listrik di Jakarta yang seharusnya sudah mencapai 2700 unit pada 2024 ini, baru terealisasi 100 unit;
(3) BBM berkualitas rendah (seperti High Sulfur Fuel) dengan faktor emisi Carbon tinggi masih diedarkan. Adalah keharusan formulasi Grand Design net-Zero Emission Vehicle pada RPJMN 2025-2029.
Lebih dari 29 tahun Indonesia aktif dalam upaya mitigasi emisi GRK yang menjadi penyebab peningkatan suhu atmosfer secara global, pemicu krisis iklim.
Dimulai dengan perjanjian yang tertuang dalam Protokol Kyoto (2005), kemudian kini dengan Perjanjian Paris (2015) bermaksud mencegah agar pada tahun 2100 suhu atmosfer global tidak naik lebih dari 1,5oC. Upaya ini dilakukan melalui penerapan berbagai mitigasi dan penjerapan emisi GRK dari sektor pemanfaatan lahan, perubahan pemanfaatan lahan dan hutan (LULUCF), sector proses industry dan pemanfaatan produk (IPPU), sector energi, sector limbah, dan sector pertanian.
Emisi transportasi sebagai bagian dari emisi sektor energi memberikan sumbangan GRK sekitar 27% (global) dan sekitar 23% (nasional). Selain emisi GRK, transportasi terutama kendaraan bermotor juga berkontribusi pada emisi pencemaran udara yang sudah menjadi masalah kronis di berbagai kota besar di Indonesia; berupa gangguan kenyamanan, kesehatan masyarakat dan keselamatan lingkungan hidup. Masalah kronis pencemaran udara ini mengharuskan warga DKI Jakarta membayar biaya medis Rp 51,2 T (data KPBB, 2016) atau meningkat dari laporan sebelumnya sebesar Rp 38,5 triliun (data KLH, 2010).
Untuk itu perlu dicari solusi penurunan emisi kendaraan bermotor terpadu, sehingga memberikan makna bagi pihak-pihak –khususnya pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan pembangunan nasional, terutama Presiden/Wakil Presiden 2024-2029 bersama tim kerjanya– dalam berkontribusi untuk percepatan penurunan emisi di sektor transportasi sejalan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Penurunan emisi sub-sector transportasi jalan raya dengan elektrifikasi melalui adopsi kendaraan listrik (BEV/Battery Electric Vehicle atau KBLBB/Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Battery) di Indonesia akan mendatangkan economic benefit Rp 9.603 triliun pada 2030 yang berasal dari penghematan BBM, peningkatan kesehatan dan produktivitas kerja masyarakat (UNEP, 2020).
Dengan demikian, sebuah keharusan adanya grand design Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 – 2029 guna membayar hutang pengendalian emisi kendaraan dengan adopsi net-ZEV (net-Zero Emission Vehicle) atau kendaraan beremisi nol bersih berupa KBLBB.
Workshop Nasional tentang Grand Design Net Zero Emission Vehicle pada RPJMN 2025-2029 digelar oleh KPBB dan ClimateWorks Foundation pada 8 November 2024 Hotel Aryaduta Jakarta dengan tujuan memformulasikan strategi membayar hutang mitigasi emisi kendaraan seperti disebutkan di atas.
Workshop ini dibuka oleh M Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilaya dan dihadir 133 orang perwakilan dari stakeholder berbagai sector di pemerintahan (Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah, KLH, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, BRIN, industry otomotif, pabrikan kendaraan listrik, produsen BBM, PLN, operator public transport, organisasi think tank, organisasi masyarakat sipil, komunitas, dll).
Pada kesempatan tersebut, Ahmad Safrudin dari KPBB selaku penyelenggara workshop menyampaikan, adanya ketertinggalan mitigasi GRK kendaraan bermotor di Indonesia. Ketertinggalan tersebut antara lain (1) standard Carbon kendaraan tidak diatur, padahal standard ini akan menjadi acuan bagi produsen kendaraan bermotor dalam memproduksi dan memasarkan kendaraannya di Indoensia;
(2) agenda mitigasi GRK kendaraan bermotor dengan elektrifikasi tertunda, misalnya adopsi bus listrik di Jakarta yang seharusnya sudah mencapai 2700 unit pada 2024 ini, baru terealisasi 100 unit, apalagi kota-kota lain seperti Denpasar, Surabaya, Semarang, Solo, Yogyakarta, Bandung, Medan, Makassar, dll yang sama sekali tidak ada perkembangan terkait elektrifikasi angkutan umumya karena terbentur pendanaan;
(3) BBM berkualitas rendah (seperti High Sulfur Fuel) dengan faktor emisi Carbon tinggi masih diedarkan, misalnya Pertalite 90, BBM dengan kadar belerang di atas 200 ppm tersebut memiliki factor emisi yang tinggi dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada kendaraan berstandard Euro4/IV, demikian juga BioSolar dan DEXlite, papar Safrudin.
Lanjutnya “Guna mengejar ketertinggalan mitigasi emisi Carbon kendaraan bermotor, maka RPJMN 2025-2029 harus berdasar grand design dengan amanat penerapan strategi trisula: pertama pelaksaan mitigas GRK untuk menyelamatkan dunia dari krisis iklim; kedua, membangun industri national manufacturing yang mampu menyediaan produk kendaraan bermotor dengan teknologi net-ZEV untuk memitigasi GRK secara efektif; ketiga, menciptakan competitive advantage of nat’l auto-industry atas berkah sumber daya alam yang dibutuhkan sebagai raw material industri Net Zero Emission Vehicle (net-ZEV) secara global dan kepemilikan prototype Battery Electric Vehicle (BEV) atau Kendaraan BErmotor Listrik Berbasis Battery (KBLBB) karya anak bangsa”,ucap Safruddin.
M Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas – Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah saat membuka Workshop menyampaikan, “net-ZEV adalah kendaraan dengan level emisi yg mendukung terwujudnya Vehicle Carbon Neutral. Yaitu situasi terjadinya keseimbangan antara terjadinya emisi Carbon yg dikeluarkan kendaraan bermotor kita dengan kemampuan kita dalam memitigasinya”.
M Rachmat Kaimuddin menjelaskan bahwa kini sedang proses adjustment RPJMN 2025-2029 dengan visi Presiden, termasuk dalam konteks adopsi net-ZEV ini dalam agenda pembangunan 5 tahun ke depan. M Rachmat Kaimuddin juga menegaskan, bahwa agenda net-ZEV harus mampu menjadi persemaian pembangunan industri otomotif nasional dengan fokus memproduksi kendaraan beremisi nol bersih. Dengan demikian mitigasi emisi kendaraan bermotor juga memiliki multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi nasional, ucap M Rachmat Kaimuddin.
Sementara Ratna Kartikasari dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan,
“Sejak awal 2023 Kementerian Lingkungan Hidup sedang dalam proses penyusunan Standard Carbon Kendaraan, dengan tujuan kendaraan bermotor yang diproduksi dan dipasarkan di Indonesia memiliki tingkat emisi Carbon yang dapat dikendalikan”.
Sementara M Ilhamsyah dari Kelompok Kerja Tata Kelola dan Pengelolaan Komoditas Hilir Minyak dan Gas Bumi, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM menyampaikan, “Dalam rangka menjalankan kebijakan untuk memenuhi target penurunan emisi pada NDC 2030 maupun pada masa transisi energi menuju NZE 2060, pemerintah akan meningkatkan kualitas BBM baik bensin maupun solar dengan menekan factor emisi Carbon pada BBM kita, termasuk Low Sulfur Fuel sehingga diharapkan akan menekan emisi Carbon Kendaraan pada masa transisi energi tsb”. Untuk follow up, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan memimpin koordinasi ini.
Hal ini sesuai dengan kebutuhan industry otomotif dalam peningkatan kinerja kendaraan dalam menekan emisi kendaraan bermotor, terutama agar dapat diintegrasikan pada pelaksanaan pembangungan 5 tahun ke depan.
Ditempat yang sama Riska Bayu Putra, Penelaah Teknis Kebijakan, Direktorat Sarana Transportasi Jalan Raya Kementerian Perhubungan, menegaskan, “Kementerian Perhubungan telah menyusun peta jalan kebijakan transportasi rendah Carbon dengan mengutamakan penurunan emisi yang mencakup pengembangan mass public transport berbasis KBLBB, peningkatan fasilitas uji tipe yang mendukung terlaksananya kebijakan net-ZEV. Tentu saja, peta jalan ini akan diintegrasikan dengan agendan pembangunan nasional dalam 5 tahun ke depan”.
Sementara Eddy Surowasono juga menambahkan,
“Perlu penerapan beberapa opsi teknologi untuk mendukung pencapaian net-ZEV, dan untuk itu diperlukan ketersediaan BBM dengan kualitas yang memadai sesuai tuntutan vehicle engine technology, agar upaya ini dapat sejalan dengan pencapaian target NDC 2030 maupun penerapan kebijakan selama masa transisi energi dalam rangka menuju NZE 2060”. Disampaikan juga, kini banyak produsen kendaraan konvensional (BBM) atau ICE’s technology yang juga telah memproduksi KBLBB maupun HEV (Hybrid Electric Vehicle), jelas Eddy Surowasono.
Almas menambahkan, capaian GESITS dengan produk kendaraan roda dua listrik ini cukup menggembirakan, baik dalam meciptakan teknologi sepeda motor yang beremisi nol bersih (net-ZEV) maupun capaian peningkatan penjualan termasuk untuk memenuhi pasar export ke Nepal, Senegal untuk kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Paris Agreement 2015 yang diratifikasi melalui UU No 16/2016 kemudian disambut dengan Perpres No 22/2017 tentang RUEN, Perpres No 55/2019 tentang Percepatan KBLBB adalah bukan langkah naif untuk sekadar menyelamatkan iklim semata. Namun terkandung peluang ekonomi dengan kemampuannya men-trigger persemaian industry dengan teknologi kendaraan net-zero emissions. Kebutuhan akan kendaraan net-ZEV (kendaraan beremisi nol bersih) harus kita tangkap sebagai peluang untuk memproduksi dan memasarkan kendaraan dengan teknologi tersebut. Apalagi ketika produksi barang dengan teknologi ini menempatkan kita pada competitive advantage terkait sumber daya alam kita (Nikel, Cobalt, Aluminium, rare earth; bahan baku battery untuk kendaraan listrik), tenaga ahli yang kita miliki, prototype KBLBB yang diciptakan putra-putri bangsa.
Untuk itu, grand design net-ZEV harus termaktub pada RPJMN 2025-2029, sebuah acuan pelaksanaan visi-misi Presiden/Wakil Presiden Prabowo-Gibran sesuai Asta Cita (terutama cita ke 2, 5 dan 8).
Diakhir acara Ahmad Syafruddin menyampaikan, “Melalui Workshop Nasional ini, stakeholder mengajukan kepada pemerintah draft naskah akademis Grand Design net-ZEV pada RPJMN 2025-2029 sebagai dimaksudkan di atas dengan amanat sbb:
Penyusunan regulasi teknis dan panduan ekonomi hijau untuk sector otomotif terutama hilirisasi net-ZEV dan pengembangan industri otomotif nasional.
Pelaksanaan skema PNM (Penyertaan Modal Negara) untuk pembiayaan investasi manufacturer of net-ZEV sebagai basis pembangunan competitive advantage of nat’l auto-industry.
Penyusunan roadmap net-ZEV pada periode 2025 – 2029 berikut standard Carbon/fuel economy standard sebagai acuan untuk pelaksanaan program net-ZEV.
Pelaksanaan fiscal incentive dan fiscal disincentive berbasis standard Carbon kendaraan untuk percepatan penyebaran kendaraan net-ZEV berupa KBLBB.
Pelaksanaan SPP (Sustainable Public Procurement) untuk percepatan penetrasi pasar net-ZEV sesuai Inpres No 7/2022 sebagai kendaraan dinas pemerintah, dll, tutup Ahmad Syafruddin.
(Gs/JKT)
Admiring the commitment you put into your site and detailed information you present.
It’s nice to come across a blog every once in a while that isn’t
the same out of date rehashed information. Wonderful read!
I’ve saved your site and I’m including your RSS feeds to my Google account.