Jakarta,- Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan, hujan badai yang kerap melanda Indonesia akhir-akhir ini dikarenakan peralihan musim. Selain itu, juga disebabkan oleh beberapa faktor.
“Faktor pertama adalah banyaknya awan Cumulonimbus (Cb) yang bergabung membentuk satu gulungan, sehingga memicu fenomena badai squall line (gulungan besar awan, red),” ujarnya, Selasa (12/11/2024) malam.
Badai squall line ini, lanjutnya, disebabkan oleh faktor perubahan iklim. Yakni, meningkatnya suhu permukaan laut hingga 2 derajat Celsius.
“Titik permukaan laut yang terpanas saat ini ada di Samudera Hindia. Pembentukan awan di atas Samudera Hindia terjadi cepat, masif, dan menuju ke arah Indonesia,” kata Erma.
Sementara itu, di pesisir Selatan Pulau Jawa juga terjadi hal yang serupa. Menurutnya, peningkatan suhu muka laut dinSelatan Pulau Jawa mencapai sekitar 1 derajat Celsius.
“Kondisi ini sangat berbahaya sebenarnya karena dapat memicu hujan ekstrem, dan hujan ini ditransfer dari laut ke daratan. Inilah yang terjadi di Spanyol ketika banjir melanda di sana,” ujarnya.
Faktor yang kedua pemicu hujan badai di Indonesia, kata Erma, adalah meningkatnya aktivitas pembentukan vorteks atau pusat tekanan rendah pusaran angin, di Samudera Hindia.
“Inilah yang memicu gulungan besar awan menjadi panjang-panjang, karena digerakkan oleh vorteks itu. Dan pantauan hari ini sudah menjadi bibit Siklon 95,” kata dia.
Erma menjelaskan, vorteks itu berperan memindahkan uap air ke daratan, dan secara tidak langsung menciptakan angin kencang lewat fenomena badai squall line atau bow-echo. Hal itu sejalan dengan hasil pengamatan radar cuaca.
Squall line yang pecah akan menimbulkan angin kencang dengan atau tanpa disertai hujan deras. Kondisi cuaca seperti saat ini tidak akan selesai jika vorteksnya tidak kunjung meluruh.
“Kondisi yang tidak stabil ini diprediksi hingga dasarian pertama Desember. Di mana intensitas hujan akan meningkat, terutama di wilayah Jawa Barat bagian Selatan, seperti di Cimahi, Cianjur, Bogor, Bandung, Bekasi, dan Kendal,” ujar Erma.
Ia berharap pemantauan terhadap potensi cuaca ekstrem terus dilakukan. Di sisi lain, masyarakat diminta mencari informasi tentang cuaca harian dari BMKG untuk keamanan dan keselamatan aktivitas mereka sehari-hari.