Jakarta,-Ombudsman RI meminta Pemerintah untuk mencabut aturan harga eceran tertinggi (HET) beras. Kebijakan HET beras dinilai tidak efektif meredam kenaikan harga, bahkan dikhawatirkan menyebabkan kelangkaan.
“Ada alternatif kebijakan, badan pangan sementara mencabut HET beras premium dan medium. Hal itu untuk optimalisasi pasokan beras di pasar,” kata Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, saat konferensi pers di Gedung Ombudsman Jakarta, Senin (18/9/2023).
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan dan Badan Pangan Nasional, harga beras premium berada di atas HET sejak November 2022. Begitu pula harga beras medium yang stabil tinggi melampaui HET sejak Januari 2022 lalu.
Menurutnya, usulan pencabutan HET berkaca pada kasus minyak goreng tahun 2022 lalu yang berujung pada kelangkaan. Saat pemerintah menerapkan kebijakan satu harga saat tren harga tengah naik, yang terjadi malah kelangkaan barang.
“Ketika harga minyak goreng dipatok Rp 14 ribu per liter, apa yang terjadi? Langka. Sekarang di pasar supermarket itu sudah mulai ada pembatasan pembelian beras, ini jangan sampai terjadi,” katanya.
Sejak Maret 2023 HET beras premium di wilayah Jawa diatur maksimal Rp 13.900/kg, naik dari HET sebelumnya Rp 12.800/kg. Adapun HET beras medium juga naik dari Rp 9.450/kg menjadi Rp 10.900/kg.
Kenaikan HET itu, kata Yeka, dilakukan menyusul tren harga pasar yang meningkat. Namun, yang terjadi rata-rata harga beras di pasar justru terus mengalami kenaikan hingga melampaui HET yang sudah lebih tinggi.
Selain pencabutan HET, Ombudsman meminta Badan Pangan Nasional dapat membuat HET gabah di tingkat penggilingan. Pasalnya, harus diakui kenaikan harga beras saat ini imbas dari tingginya harga gabah.
“Kenaikan harga gabah pun dipicu banyak faktor, seperti luasan lahan pertanian yang berkurang. Faktor cuaca ekstrem El Nino, hingga berkurangnya pasokan gabah dari petani,” tutup Yeka